Sunday, March 18, 2012

Kehidupan Setelah Usia 40

Memasuki usia empat puluh orang baru akan mengerti bahwa sahabat karib hendaknya saling mengagumi, bukanlah saling memanfaatkan.
Sahabat karib hanya dapat terjadi dalam lapisan yang sama. Orang miskin dan orang kaya, rakyat jelata dan pejabat tinggi, rakyat kecil dan selebriti, orang buta huruf dan orang terpelajar selamanya tidak dapat bersahabat akrab dalam arti yang sesungguhnya. Karena bila tidak berada dalam lapisan yang sama, selamanya tidak akan dapat mengerti dan memahami secara mendalam temannya tersebut.
Setelah usia empat puluh, orang baru mengerti: nasi hendaknya dimakan sesuap demi sesuap, pekerjaan hendaknya dikerjakan sedikit demi sedikit. Tidak ada suatu tujuan yang dapat dicapai hanya dalam satu langkah, oleh sebab itu tidak seharusnya terlalu lelah karena terlalu sibuk. Pada usia setengah baya hendaknya hidup dengan tidak tergesa-gesa.
Setelah usia empat puluh, orang baru mengerti: segala sesuatu bersifat ganda, kadang kala bahkan ada yang tidak mengandung benar-salah, apa yang Anda anggap salah, bagi orang lain mungkin benar. Sedangkan yang Anda perjuangkan dengan segenap tenaga justru    sangat mungkin adalah apa yang ingin dicampakkan dan ditinggalkan orang lain.
Setelah usia empat puluh orang baru akan mengerti: baik buruknya kualitas hidup, seluruhnya ditentukan oleh mentalitas diri sendiri. Makanan mahal dan nikmat dalam pesta pora, bila hanya untuk menyembunyikan maksud saling menipu, jauh tidak senyaman duduk dengan sahabat karib mengobrolkan hal-hal biasa dengan ditemani teh tawar. Menempuh kehidupan bercocok tanam sambil menikmati keindahan panorama pegunungan, jauh lebih nyaman bila dibandingkan dengan kedudukan tinggi dan penghasilan besar bila miskin kebijakan, dan selalu was-was dalam menjalankan kewajiban.
Setelah usia empat puluh orang baru bisa mengerti: pasangan hidup kita kelihatannya biasa-biasa tidak ada yang istimewa, bahkan terkadang merasa kesal tak tertahankan, sebenarnya sang waktu telah membaurkannya menjadi satu, meskipun terdapat kebiasaan yang jelek dan tabiat yang kasar juga telah menjadi bagian kehidupan kita sendiri. Bila pada suatu hari Anda benar-benar mengoyakkan pernikahan yang tidak indah itu, maka akan ditemukan bahwa setiap koyak-an telah terhubung dengan kulit dan tulang-daging kita sendiri.
Setelah usia empat puluh orang baru akan mengerti: memanjakan anak adalah seperti lemak dan gula darah berlebihan yang akan merusak kesehatan mereka, kita takut mereka menempuh jalan yang memutar. Kita khawatir mereka mengalami kesusahan, kita cemas mereka akan mengalami cobaan dan penderitaan. Segenap keluarga telah mendirikan tenda besar baginya, kemudian hanya menatap dengan pandangan kosong pertumbuhannya yang lemah.
Setelah usia empat puluh orang baru akan mengerti: hendaknya tidak melakukan kebodohan dengan memelihara orang tua secara pelit namun mengubur mereka dengan royal, tempaan yang mereka alami selama hidup sudah terlalu banyak, memperlakukan mereka dengan baik adalah memperlakukan nurani kita sendiri dengan baik.
Mengenai perlakuan, orang tua kebanyakan sangat menyayangi uang, namun perlu pertimbangan masak agar sesuatu dapat diselesaikan dengan sempurna. Misalnya: dapat membeli sup sarang burung kelas satu di restoran lalu mengatakan kepada orang tua bahwa telah dibelikan sup jamur seharga 20ribu di kedai!
Kemudian memandang mereka menikmatinya dengan bahagia, sesungguhnya kebanyakan waktu mereka tidak membutuhkan kemuliaan dan kemakmuran Anda, setiap minggu tanyakan pengalaman mereka saat masih muda, lalu dengarkan cerita mereka, ini sudahlah cukup.
Setelah usia empat puluh orang baru akan mengerti: jabatan hanyalah sebuah gelas, sedangkan kultivasi diri dan karakter moral Anda barulah merupakan isi dari gelas tersebut, gelas kristal yang gemerlapan belum tentu berisikan anggur bagus, mungkin juga berisikan air keruh; cangkir tembikar kasar belum tentu berisikan air putih, sangat mungkin berisikan seduhan teh Longjing kelas wahid.
Mutu di dalamnya seluruhnya tergantung pada peruntungan dan usaha diri Anda!  (Chen Chen / The Epoch Times / prm)


sumber :http://www.epochtimes.co.id/kehidupan.php?id=725

No comments:

Post a Comment